TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung atau MA menolak gugatan uji materi kedua yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Daerah Indonesia (KPCDI) soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Artinya, peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan akhirnya memperoleh kemenangan di Mahkamah Agung (MA).
Informasi penolakan uji materi kedua ini disampaikan oleh Ketua Umum KPCDI Tony Samosir. Sementara, Direktori Putusan MA belum mempublikasikan hasil putusan terbaru ini. Namun, sudah ada penguman bahwa gugatan kedua ini ditolak dan diputuskan pada 6 Agustus 2020.
"Keputusan MA tersebut sangat mengecewakan," kata Tony dalam keterangan resmi kepada Tempo di Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2020.
Sebelumnya pada 20 Mei 2020, KPCDI kembali menggugat kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diterbitkan Jokowi lewat Perpres 64 Tahun 2020. "Apa yang kami lakukan ini untuk mengontrol kebijakan menjadi suatu kebutuhan, bukanlah karena suatu pilihan semata,” kata kuasa hukum KPCDI Rusdianto Matulatuwa dalam keterangan resmi di Jakarta.
Ini adalah gugatan kedua KPCDI ke MA. Awalnya, Jokowi menaikkan iuran BPJS mulai 1 Januari 2020 lewat Peraturan Presiden 75 Tahun 2019.
KPCDI menggugatnya ke MA. Februari 2020, MA mengabulkan gugatan itu dan menyatakan kenaikan iuran BPJS melanggar Undang-Undang (UU). Jokowi kalah. Sehingga, aturan iuran BPJS kembali ke Perpres awal, yaitu Perpres 82 Tahun 2018.
Setelah kekalahan pertama ini, barulah Jokowi menerbitkan Perpres 64 Tahun 2020. Perpres ini tidak hanya memuat kenaikan iuran, tapi juga diklaim berisi perbaikan menyeluruh Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN).
Lebih lanjut, Tony pun menyebut keputusan MA ini telah mengukuhkan Perpres 64 Tahun 2020 tersebut. Dengan kata lain, menutup pintu bagi KPCDI untuk mengajukan kembali gugatan uji materi atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Bagi dia, yang akan merasakan dampaknya adalah masyarakat kurang mampu.
Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi per Hari Ini, Berapa Besarannya?